Selasa, 30 Agustus 2016

PENJUAL BAKSO YANG MEMPUNYAI MOTIVASI



Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik-rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.


Dikala tangan sedikit berlumuran tanah kotor.... terdengar suara tek...tek...tek suara tukang bakso dorong lewat. sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak-anak, siapa yang mau bakso?

"Mauuuuuuuu...", secara serempak dan kompak anak-anak asuhku menjawab.

Selesai makan bakso, lalu say membayarnya...

Ada satu hal yang mengelitik fikiranku selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan di laci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.

"Mang kalo boleh tau, kenapa uang-uang itu emang pisahkan? Barangkali ada tujuan? "iya pak, emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman.

"Maksudnya ...? Saya melanjutkan bertanya.

"Iya pak, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :

1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari emang dan keluarga.

2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, emang meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.

3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang emang pegang yaitu islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian harian hasil jualan bakso ini, emang harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insyaAllah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi emang dan istri akan melaksanakan ibadah Haji.

Hati ku sangat.....sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memilki fikiran dan rencana indah dalam kehidupan seperti itu. dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.


Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : Iya memang bagus... tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya..."


Ia menjawab, "itulah sebabnya pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau Pak RW, bukan hak Pak camat ataupun MUI.

Definisi Mampu adalah sebuah defenisi dimana kita diberi kebebasan untuk  mendefenisikannya sendiri. kalau kita mendefenisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefenisikan diri sendiri, "mampu", maka insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi Kemampuan pada kita.

"SubahanAllah..., sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso..

"MILIKI LAH NIAT YANG BAIK DAN JALANI DENGAN BERSUNGGUH-SUNGGUH"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar